BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru
dengan siswa di dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang
berlangsung akibat penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar.
Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar yang dapat mengena pada
sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu sangatlah diperlukan
keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik tersebut.
Problematika
pendidikan yang terjadi di Indonesia masih menggunakan paradigma lama,
yaitu didominasi oleh peran dan kegiatan guru. Pembelajaran di kelas masih
dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung mengemukakan
pendapatnya.Proses belajar mengajar yang dilakukan juga adalah satu arah,
dimana guru yang lebih aktif dalam mengajar daripada peserta didiknya. Peserta
didik hanya mendengarkan penjelasan yang guru sampaikan dengan ceramah. Model
pembelajaran tersebut dianggap kurang mengeksplorasi wawasan dan pengetahuan
siswa.
Perubahan paradigma dalam proses yang tadinya berpusat
pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered)
diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun
pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada
siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri
pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam dan pada
akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir
pendekatan pengajaran
dan pembelajaran kontekstual atau contextual
teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit).
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu,
memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Konstruktivistik
menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai
miliknya sendiri. Dalam hal ini guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan
kepada siswa, melainkan siswalah yang harus membangun pengetahuan di dalam
benaknya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah
ini adalah :
1. Apakah pengertian pembelajaran berpusat
pada siswa ?
2. Apakah
prinsip – prinsip pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa ?
3. Apa
saja model pembelajaran berpusat pada siswa ?
4. Apa
keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa ?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian
pembelajaran berpusat pada siswa
2. Untuk mengetahui prinsip
– prinsip pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa
3. Untuk mengetahui
model pembelajaran berpusat pada siswa
4. Untuk mengetahui
keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa
D.
Manfaat
1. Dapat memberikan pengetahuan tentang
pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa
2. Dapat memberikan pengetahuan tentang
pendekatan konstruktivistik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan
Pembelajaran Berpusat Pada Siswa
1. Pengertian Pembelajaran Berpusat
Pada Siswa
Pembelajaran berpusat pada
peserta didik merupakan pembelajaran yang lebih berpusat pada kebutuhan, minat,
bakat dan kemampuan peserta didik, sehingga pembelajaran akan menjadi sangat
bermakna. Dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik
menghasilkan peserta didik yang berkepribadian, pintar, cerdas, aktif, mandiri,
tidak bergantung pada pengajar, melainkan mampu bersaing atau berkompetisi dan
memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik.
Berikut
adalah pengertian Student Centered Learning yang dipaparkan menurut para ahli,
yaitu :
Kember
(1997)
SCL (Student Centered Learning)merupakan
sebuah kutub proses pembelajaran yang menekankan siswa sebagai pembangun
pengetahuan sedangkan kutub yang lain adalah guru sebagai agen yang memberikan
pengetahuan sebagai fasilitator saja.
Harden dan
Crosby (2000)
SCL(Student Centered Learning) menekankan
pada siswa sebagai pembelajar dan apa yang dilakukan siswa untuk sukses dalam
belajar dibanding dengan apa yang dilakukan oleh guru.
Dari
definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan Student
Centered Learning (SCL) adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai pusat dari proses belajar dan guru sebagai fasilitator. Artinya
Student Centered Learning (SCL) merupakan sebuah sistem pembelajaran yang
berpusat pada siswa dengan cara, guru memberikan suatu permasalahan yang sesuai
dengan materi dan kemudian siswa ditugaskan untuk memecahkan masalah tersebut
dengan bantuan berupa tips-tips dari sang guru dan referensi yang ada.
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Berpusat Pada Siswa
Terdapat 8 prinsip dalam pembelajaran
berpusat pada siswa McCombs, 2001; McCombs & Quiat, 2001), antara lain :
1) Tanggung Jawab
Siswa
mempunyai tanggung jawab pada pelajarannya sehingga siswa diharapkan akan lebih
berusaha dan lebih termotivasi dalam memaknai pelajarannya.
2) Peran Serta
Siswa
harus berperan aktif dalam pembelajaran sehingga dapat mengembangkan potensinya
secara maksimal dan mendorong bertumbuhnya kreativitas dan inovasi.
3) Keadilan
Semua
siswa mempunyai hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang dan diharapkan semua
siswa dapat bersama-sama berhasil mencapai tujuan secara maksimal.
4)
Mandiri
Semua
siswa harus mengembangkan segala kecerdasannya (intelektual, emosi, moral, dsb)
karena guru hanya fasilitator dan narasumber
5) Berfikir Kritis Dan Kreatif,
Siswa
harus menggunakan segala kecerdasan intelektual dan emosinya yang berwujud
kreativitas, inovasi, dan analisa untuk mengatasi berbagai tantangan.
6) Komunikatif,
Siswa
harus menggunakan kemampuannya berkomunikasi baik lisan maupun tertulis karena
boleh jadi siswa melihat konsep dengan cara yang berbeda sebagai hasil
pengalaman hidupnya, sehingga diperlukan media dan sarana yang efektif untuk
menyamakan presepsi.
7)
Kerjasama
Kondisi
dimana para peserta didik dapat saling bersinergi dan saling mendukung
pencapaian keberhasilan atau tujuan yang ditetapkan dalam pembelajaran.
8)
Integritas
Siswa
harus menunjukkan perilaku moralitas tinggi, dan percaya diri dalam
melaksanakan segala sesuatu yang diyakininya dalam kegiatan belajarnya.
3. Model Pembelajaran Berpusat Pada
Siswa
Berikut terdapat beberapa model
pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran pendekatan berpusat pada
siswa, antara lain :
1) Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang
khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama
proses pembelajaran.Sedangkan menurut Sugiyanto (2010:37) mengemukakan
bahawa Pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Beberapa variasi dalam model
pembelajaran kooperatif diantaranya sebagai berikut
a.
Student Teams Achievement Division
(STAD)
Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan untuk mendukung dan memotivasi
siswa mempelajari materi secara berkelompok.Dalam menguasai materi pelajaran
guna mencapai prestasi yang maksimal. Slavin (1995) menyatakan bahwa pada
STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan
pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut untuk berdiskusi.
b.
Jigsaw
Model
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu jenis pembelajaran
kooperatif dimana siswa membentuk kelompok yang bertanggungjawab dari materi
yang ditugaskan guru kemudian siswa mengajarkannya kepada anggota lain dalam
kelompoknya.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa
dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar
heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota
bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan.
Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan
berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli
(Ibrahim, dkk. 2000 : 52).
c. Think Pair Share
TPS atau
berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dalam berpikir. Think pair
share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih
banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain (Ibrahim,
2007:10) dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling
membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara
kooperatif.
Langkah-langkah pelaksanaan
pembelajaran tipe think pair share antara lain:\
a) Guru menyampaikan inti materi atau
komptensi yang ingin dicapai.
b) Siswa diminta untuk berfikir tentang
materi atau permasalahan yang disampaikan guru.
c) Siswa diminta berpasangan dengan
teman sebelahnya (kelompok dua orang) dan mengutarakan hasil pemikiran
masing-masing.
d) Guru memimpin pleno kecil diskusi,
tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
e) Berawal dari kegiatan tersebut, guru
mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum
diungkap siswa.
f) Guru memberikan kesimpulan.
g) Penutup.
d.
NHT (Number Heads Together)
Pembelajaran
kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe
ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan
para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Penerapan pembelajaran kooperatif
tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga
langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
2)
Model Pembelajaran Penemuan
(Discovery Learning)
Pengertian
discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong
siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip
umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide Jerome Bruner ialah
pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara
aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang
disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah model pembelajaran
yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum
diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya
ditemukan sendiri. Beberapa variasi dalam model pembelajaran penemuan atau
discovery learning diantaranya sebagai berikut :
a. Inkuiri
Pembelajaran inkuirimerupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu
(benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan
secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan
menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator
dan pembimbing siswa untuk belajar. Model pembelajaran ini bisa melatih para
siswa untuk belajar mulai dari menyelidiki dan menemukan materi hingga menarik
kesimpulan.
b. Konstruktivis
Belajar
menurut konstruktivis adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan
pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah
dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.Satu prinsip yang
mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun
siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam
memorinya.
4. Keunggulan dan Kelemahan
Pembelajaran Berpusat Pada Siswa
Berikut
terdapat keunggulan dan kelemahan pembelajaran berpusat pada siswa.
Keunggulannya,
antara lain :
1) Siswa akan
dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena diberi
kesempatan yang luas untuk berpartisipasi
2) Siswa
memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran;
3) Tumbuhnya
suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi dialog dan diskusi
untuk saling belajar-membelajarkan di antara siswa
4) Dapat
menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi guru karena sesuatu yang dialami
dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh guru
5) Mengaktifkan siswa
6) Mendorong siswa menguasai pengetahuan
7) Mengenalkan hubungan antara pengetahuan dan dunia nyata
8) Mendorong pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis
9) Mengenalkan berbagai macam gaya belajar
10) Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang pembelajar
11) Memberi kesempatan pengembangan berbagai strategi assessment
Kelemahannya, antara lain :
1) Sulit diimplementasikan pada kelas besar (jumlah siswa banyak)
2) Memerlukan waktu lebih banyak
3) Tidak cocok untuk siswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan
demokratis.
B. Konstruktivistik
1. Pengertian
Pembelajaran
konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan
dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam
proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
Yang terpenting
dalam teori konstruktivistik adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah
yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan
mereka, bukannya guru atau orang lain. Peserta didik perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut
dengan ide-ide. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan
karena kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri
sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Pembentukan
pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi (Piaget,1988:60).
Belajar lebih
diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat,
yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik
melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya
(outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang
ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated),
bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun subjektif,
berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia (
Semiawan, 2001: 6 ).
Pengetahuan dalam
pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan
tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan gagasan,
gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam konstruktivisme,
pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-hari.
Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat,
merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu
berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1997 : 80). Dalam
konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
2. Proses Belajar Dalam Konstruktivistik
1)
Proses belajar
konstruktivistik
Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan
kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari
luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui prosesnya asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi
prosesnya dari pada segi perolehan pangetahuan dari fakta-fakta yang
terlepas-lepas. Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu
tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui
interaksi dalam jaringan sosial, yang unik yang terbentuk baik dalam budaya
kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan siswa dalam memperolah
gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya
bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem
penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.
2)
Peran Siswa
Menurut pandangan kontruktivistik, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil
prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagian terjadinya
belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar
adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa
hakekatnya kendala belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut
akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh karena itu
meskipun kemamuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan
pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan
pembimbingan.
3)
Peranan Guru
Dalam belajar kostruksi guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa untuk membentuk pengetahuaanya sendiri.
Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam
belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah
yang sama dan sesuai dengan kemampuannya.Peranan guru dalam interaksi
pendidikan adalah pengendali, yang meliputi;
a. Menumbuhkan
kamandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
b. Menumbuhkan
kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan siswa.
c. Menyediakan
sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang
optimal untuk latihan.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan
belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas
lainnya.
4)
Sarana belajar
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam
kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya
sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan
fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi
kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikiranya tentang sesuatu yang
dihadapinya. Untuk menyampaikan pengalaman yaitu menyajikan bahan kepada
murid-murid yang sekiranya tidak mereka peroleh dari pengalaman langsung. Ini
dapat di lakukan dengan melalui film, TV, rekaman suara, dan lain-lain. Hal ini
merupakan pengganti pengalaman yang langsung.
5)
Evaluasi
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas,
kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada
pengalaman.
3. Karakteristik
Perspektif Konstruktivistik
Beberapa
karakteristik yang merupakan prinsip dasar prespektif kontruktivistik dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut :
1) Mengembangkan strategi alternatif
untuk memperoleh dan menganalisis informasi.
2) Dimungkinkannya prespektif jamak
dalam proses belajar.
3) Peran siswa utama dalam proses
belajar, baik dalam mengatur atau mengendalikan proses berfikirnya sendiri
maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
4) Peran pendidik atau guru lebih
sebagai tutor, fasilitator, dan mentor untuk mendukung kelancaran dan
keberhasilan proses belajar siswa.
5) Pentingnya kegiatan belajar dan
evaluasi belajar yang otentik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peroses
belajar mengajar pada hakikatnya adalah peroses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran media tertentu ke penerima
pesan. Pesan berupa isi ajaran dan didikan yang ada di kurikulum di tuangkan
oleh guru atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi baik
verbal(kata-kata lisan ataupun tertulis) maupun simbol non-verbal atau visual.
Sebagai
calon guru kita harus mengetahui metode pembelajaran yang berpusat pada siswa
agar kita bisa mengetahui cara mengatasi masalah-masalah siswa saat proses
belajar mengajar dan menerapkan metode pembelajaran tersebut
Saran
Setelah
kita mengetahui beberapa pengajaran berpusat pada siswa sebaiknya kita terapkan
dalam dunia pendidikan yang biasa kita geluti. Dengan memperhatikan prinsip
prinsip dalam pengembangan kurikulum, kita bisa mencapai tujuan yang diharapkan
dalam pelaksanaan pendidikan.
No comments:
Post a Comment