MAKALAH PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA SISWA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar yang dapat mengena pada sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik tersebut.
Problematika pendidikan yang terjadi di Indonesia masih menggunakan paradigma lama, yaitu didominasi oleh peran dan kegiatan guru. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung mengemukakan pendapatnya.Proses belajar mengajar yang dilakukan juga adalah satu arah, dimana guru yang lebih aktif dalam mengajar daripada peserta didiknya. Peserta didik hanya mendengarkan penjelasan yang guru sampaikan dengan ceramah. Model pembelajaran tersebut dianggap kurang mengeksplorasi wawasan dan pengetahuan siswa.
Perubahan paradigma dalam proses yang tadinya berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Apakah pengertian pembelajaran berpusat pada siswa ?
2.      Apakah prinsip – prinsip pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa ?
3.      Apa saja model pembelajaran berpusat pada siswa ?
4.      Apa keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa ?

C.     Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian pembelajaran berpusat pada siswa
2.      Untuk mengetahui prinsip – prinsip pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa
3.      Untuk mengetahui model pembelajaran berpusat pada siswa
4.      Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa

D.    Manfaat
1.      Dapat memberikan pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa
2.      Dapat memberikan pengetahuan tentang pendekatan konstruktivistik



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendekatan Pembelajaran Berpusat Pada Siswa
1.      Pengertian Pembelajaran Berpusat Pada Siswa
Pembelajaran berpusat pada peserta didik merupakan pembelajaran yang lebih berpusat pada kebutuhan, minat, bakat dan kemampuan peserta didik, sehingga pembelajaran akan menjadi sangat bermakna. Dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik menghasilkan peserta didik yang berkepribadian, pintar, cerdas, aktif, mandiri, tidak bergantung pada pengajar, melainkan mampu bersaing atau berkompetisi dan memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik.
Berikut adalah pengertian Student Centered Learning yang dipaparkan menurut para ahli, yaitu :
Kember (1997)
SCL (Student Centered Learning)merupakan sebuah kutub proses pembelajaran yang menekankan siswa sebagai pembangun pengetahuan sedangkan kutub yang lain adalah guru sebagai agen yang memberikan pengetahuan sebagai fasilitator saja.
Harden dan Crosby (2000)
SCL(Student Centered Learning) menekankan pada siswa sebagai pembelajar dan apa yang dilakukan siswa untuk sukses dalam belajar dibanding dengan apa yang dilakukan oleh guru.
Dari definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan Student Centered Learning (SCL) adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat dari proses belajar dan guru sebagai fasilitator. Artinya Student Centered Learning (SCL) merupakan sebuah sistem pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan cara, guru memberikan suatu permasalahan yang sesuai dengan materi dan kemudian siswa ditugaskan untuk memecahkan masalah tersebut dengan bantuan berupa tips-tips dari sang guru dan referensi yang ada.

2.      Prinsip-prinsip Pembelajaran Berpusat Pada Siswa
Terdapat 8 prinsip dalam pembelajaran berpusat pada siswa McCombs, 2001; McCombs & Quiat, 2001), antara lain :
1)      Tanggung Jawab
Siswa mempunyai tanggung jawab pada pelajarannya sehingga siswa diharapkan akan lebih berusaha dan lebih termotivasi dalam memaknai pelajarannya.
2)      Peran Serta
Siswa harus berperan aktif dalam pembelajaran sehingga dapat mengembangkan potensinya secara maksimal dan mendorong bertumbuhnya kreativitas dan inovasi.
3)      Keadilan
Semua siswa mempunyai hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang dan diharapkan semua siswa dapat bersama-sama berhasil mencapai tujuan secara maksimal. 
4)      Mandiri
Semua siswa harus mengembangkan segala kecerdasannya (intelektual, emosi, moral, dsb) karena guru hanya fasilitator dan narasumber
5)      Berfikir Kritis Dan Kreatif,
Siswa harus menggunakan segala kecerdasan intelektual dan emosinya yang berwujud kreativitas, inovasi, dan analisa untuk mengatasi berbagai tantangan.
6)      Komunikatif,
Siswa harus menggunakan kemampuannya berkomunikasi baik lisan maupun tertulis karena boleh jadi siswa melihat konsep dengan cara yang berbeda sebagai hasil pengalaman hidupnya, sehingga diperlukan media dan sarana yang efektif untuk menyamakan presepsi.
7)      Kerjasama
Kondisi dimana para peserta didik dapat saling bersinergi dan saling mendukung pencapaian keberhasilan atau tujuan yang ditetapkan dalam pembelajaran.
8)      Integritas
Siswa harus menunjukkan perilaku moralitas tinggi, dan percaya diri dalam melaksanakan segala sesuatu yang diyakininya dalam kegiatan belajarnya.

3.      Model Pembelajaran Berpusat Pada Siswa
Berikut terdapat beberapa model pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran pendekatan berpusat pada siswa, antara lain :
1)      Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses  pembelajaran.Sedangkan menurut Sugiyanto (2010:37) mengemukakan bahawa Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Beberapa variasi dalam model pembelajaran kooperatif diantaranya sebagai berikut
a.    Student Teams Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang digunakan untuk mendukung dan memotivasi siswa mempelajari materi secara berkelompok.Dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Slavin (1995) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut untuk berdiskusi.
b.    Jigsaw
Model Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif dimana siswa membentuk kelompok yang bertanggungjawab dari materi yang ditugaskan guru kemudian siswa mengajarkannya kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).
c.    Think Pair Share
TPS atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dalam berpikir. Think pair share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih  banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain (Ibrahim, 2007:10) dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling  bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tipe think pair share antara lain:\
a)      Guru menyampaikan inti materi atau komptensi yang ingin dicapai.
b)      Siswa diminta untuk berfikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru.
c)      Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok dua orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d)     Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
e)      Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkap siswa.
f)       Guru memberikan kesimpulan.
g)      Penutup.
d.      NHT (Number Heads Together)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan  akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen  dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a)      Pembentukan kelompok;
b)      Diskusi masalah;
c)      Tukar jawaban antar kelompok
2)      Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide Jerome Bruner ialah pendapat dari  piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui  pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Beberapa variasi dalam model pembelajaran penemuan atau discovery learning diantaranya sebagai berikut :
a.    Inkuiri
Pembelajaran inkuirimerupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Model pembelajaran ini bisa melatih para siswa untuk belajar mulai dari menyelidiki dan menemukan materi hingga menarik kesimpulan.
b.    Konstruktivis
Belajar menurut konstruktivis adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.Satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya.
4.      Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berpusat Pada Siswa
Berikut terdapat keunggulan dan kelemahan pembelajaran berpusat pada siswa.
Keunggulannya, antara lain :
1)      Siswa akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi
2)      Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran;
3)      Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara siswa
4)      Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi guru karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh guru
5)      Mengaktifkan siswa
6)      Mendorong siswa menguasai pengetahuan
7)      Mengenalkan hubungan antara pengetahuan dan dunia nyata
8)      Mendorong pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis
9)      Mengenalkan berbagai macam gaya belajar
10)  Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang pembelajar
11)  Memberi kesempatan pengembangan berbagai strategi assessment
Kelemahannya, antara lain :
1)      Sulit diimplementasikan pada kelas besar (jumlah siswa banyak)
2)      Memerlukan waktu lebih banyak
3)      Tidak cocok untuk siswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis.

B.     Konstruktivistik
1.      Pengertian
Pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Yang terpenting dalam teori konstruktivistik adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan karena kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi (Piaget,1988:60).
Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia ( Semiawan, 2001: 6 ).
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1997 : 80). Dalam konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.

2.      Proses Belajar Dalam Konstruktivistik
1)      Proses belajar konstruktivistik
Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui prosesnya asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pangetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial, yang unik yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan siswa dalam memperolah gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.
2)      Peran Siswa
Menurut pandangan kontruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagian terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendala belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh karena itu meskipun kemamuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
3)      Peranan Guru
Dalam belajar kostruksi guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa untuk membentuk pengetahuaanya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemampuannya.Peranan guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendali, yang meliputi;
a.       Menumbuhkan kamandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
b.      Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
c.       Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk latihan.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya.
4)      Sarana belajar
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikiranya tentang sesuatu yang dihadapinya. Untuk menyampaikan pengalaman yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid yang sekiranya tidak mereka peroleh dari pengalaman langsung. Ini dapat di lakukan dengan melalui film, TV, rekaman suara, dan lain-lain. Hal ini merupakan pengganti pengalaman yang langsung.
5)      Evaluasi
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.
3.      Karakteristik Perspektif Konstruktivistik
Beberapa karakteristik yang merupakan prinsip dasar prespektif kontruktivistik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)      Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi.
2)      Dimungkinkannya prespektif jamak dalam proses belajar.
3)      Peran siswa utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau mengendalikan proses berfikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
4)      Peran pendidik atau guru lebih sebagai tutor, fasilitator, dan mentor untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa.
5)      Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Peroses belajar mengajar pada hakikatnya adalah peroses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran media tertentu ke penerima pesan. Pesan berupa isi ajaran dan didikan yang ada di kurikulum di tuangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal(kata-kata lisan ataupun tertulis) maupun simbol non-verbal atau visual.
Sebagai calon guru kita harus mengetahui metode pembelajaran yang berpusat pada siswa agar kita bisa mengetahui cara mengatasi masalah-masalah siswa saat proses belajar mengajar dan menerapkan metode pembelajaran tersebut
Saran
Setelah kita mengetahui beberapa pengajaran berpusat pada siswa sebaiknya kita terapkan dalam dunia pendidikan yang  biasa kita geluti. Dengan memperhatikan prinsip prinsip dalam pengembangan kurikulum, kita bisa mencapai tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan pendidikan.











No comments:

Post a Comment